Pernahkah sesekali Anda mencoba berfikir/membayangkan berada dalam posisi sebagai seorang janda … ???
… Pernahkah kita sungguh-sungguh memikirkan (dan membantu mengatasi) kesulitan-kesulitan yang dialami oleh seorang janda ??
Alhamdulillah … sampai saat ini, kami dikaruniai keluarga yang utuh (suami-istri, lengkap dengan anak-anak). Saat ini (2017) kami memiliki 3 orang anak yang masih kecil (7 ; 5 ; dan 1 tahun). Seringkali kami merasa “kewalahan” dalam mengurusi 3 anak kecil kami (yang kebetulan semuanya laki-laki), padahal kami mengurusinya berdua (suami-istri), bahkan ditambah seorang pembantu.
Seringkali kami berfikir, kadang betapa repotnya kalau mengurusi anak-anak ini sendirian, sering terbayang bagaimana (sulitnya) bila salah satu dari kami (orangtua) tidak lagi ada (meninggal dunia) … Sangat terasa bedanya mengurusi anak-anak secara bersama (berdua suami-istri), dibanding pas sendirian (misal: pas istri sedang mandi, suami sedang pergi keluar, dsb), mengurusi sendirian, seringkali terasa sangat repot – ini baru sendirian sementara, kadang hanya beberapa menit – dan ini baru dalam hal mengurusi (“ngemong”) anak-anak, belum masalah-masalah lain semisal : biaya hidup, perlindungan, dsb – yang dialami oleh para JANDA !
Astaghfirullah …
Secara nyata, kami juga kenal dengan beberapa orang yang berstatus janda, dan sedikit banyak mengetahui kehidupan mereka, beserta kesulitan-kesulitannya.
Oleh karena itu, besar keinginan kami untuk membantu mereka, dan kami sangat ingin bisa membantu secara sistematis, strategis, dan efektif. Para janda memiliki banyak permasalahan, namun juga memiliki banyak potensi kemampuan.
Keinginan kami ini kian terasa menggelora – hati kami bergolak – bila melihat berita “penangkapan” terhadap “tersangka” atau bahkan baru “terduga” kasus terorisme yang seringkali langsung ditembak mati. Tentu sebagai umat Islam, bahkan umat beragama apapun, tidak akan ada yang setuju apalagi melakukan tindakan terorisme. Namun dari cara penangkapan (dan yang langsung dibunuh), dari sekian (lebih dari 100 tersangka/terduga yang mati di tempat), bagaimana bila ada yang salah tangkap/salah duga ?? Menurut kami, sangat banyak yang salah tangkap/salah duga. Namun, bayangkan gak usah banyak yang salah tangkap, coba bayangkan ada 1 saja (dari ratusan yang sudah mati) itu adalah salah tangkap/salah duga, coba renungkan secara mendalam :
Mayoritas mereka yang dituduh dan dieksekusi mati masih cukup muda, mungkin seumuran kami (30 – 40 tahun). Rata-rata mereka memiliki beberapa anak yang semuanya masih kecil. Banyak di antara mereka yang istrinya fokus mengurus rumah tangga (tidak bekerja di luar). Rata-rata mereka muslim yang baik dan sebagai muslim yang baik, selalu berusaha berbuat yang terbaik untuk keluarganya, berbuat yang terbaik dan penuh kasih sayang terhadap istri dan anak-anak mereka, dan istri dan anak-anak mereka pun sangat menyayangi mereka (suami/ayahnya). Bagaimana rasanya bila tiba-tiba sang ayah/suami pergi dan tidak pernah kembali (mati) ?
Adakah yang memikirkan bagaimana keluarga mereka yang ditinggalkan ? Bagaimana anak-anak mereka ? Seringkali yang dipikirkan adalah kasusnya (terorisme), itu saja hanya “hangat” beberapa saat, kemudian terlupakan, itu saja hanya untuk kasus-kasus “besar” (yang sudah terlanjur diketahui masyarakat ramai), bagaimana dengan yang lainnya (yang jumlah kasusnya jauh lebih banyak) ? Bagaimana dengan nasib keluarga mereka yang ditinggalkan oleh kepala rumahtangga sekaligus pilar pencari nafkah mereka ? Bagaimana nasib istri mereka ? Bagaimana anak-anak mereka ? Seberapa banyak kah yang konsisten peduli ? Tentu ada yang peduli dan sudah mengambil tindakan nyata … namun bagaimana dengan yang lainnya ???
Penulis pernah berprofesi sebagai dosen. Seringkali berangkat pagi dan baru pulang menjelang malam. Hampir setiap pulang, anak-anak menyambut dengan sangat antusias penuh kerinduan dan dahaga kasih sayang seorang ayah … tak terbayang bila suatu hari … sang ayah pergi kerja di pagi hari seperti biasa .. dan tak pernah kembali (karena dibunuh sebagai terduga teroris – yang mana sama sekali tidak benar), na’udzubillah.
Belum lama ini, suami dari teman kami juga meninggal dunia setelah dirawat karena sakit selama 2 bulan, setelah sebelumnya, suami dari teman istri (masih muda, usia sekitar 30 tahunan) juga meninggal dunia setelah lebih dari 1 bulan dirawat di rumah sakit, meninggalkan 2 orang anak yang masih kecil. Sangat terbayang kesulitan mereka : bagaimana biaya pengobatan penyakit kronis selama itu menginap di rumah sakit ? (oleh karena itu kami juga bercita-cita bisa mendirikan rumah sakit sosial (sukarela), silahkan dibaca di bagian “ CITA-CITA ” – ” Rumah Sakit Sosial/Sukarela ” dari website ini. Kemudian setelah mengeluarkan biaya yang sangat besar, sang suami (ayah dari anak-anak) meninggalkan untuk selamanya (meninggal dunia), kemudian sendirian mengurusi dan membesarkan anak-anak, bila tidak ada yang membantu.
Menjadi janda, sebagai perempuan, banyak hal yang terasa sulit, terlebih bila tidak ada yang peduli. Berbagai hal yang terkadang sebagai perempuan, “hanya bisa” bersikap pasif, misal : dalam hal jodoh. Kadang bisa sedikit aktif tapi bila terbentur halangan/hambatan, tidak bisa sekuat laki-laki, misal : dalam mencari nafkah (berwiraswasta), dsb.
Padahal sebenarnya para janda memiliki banyak potensi. Namun seringkali potensi tersebut kurang produktif, karena “sendirian”, tidak tersinergi, tidak terkoordinasi dengan baik.
Astaghfirullah …
Oleh karena berbagai hal di atas, dan mungkin berbagai alasan lain yang tidak ditulis di sini, maka kami sangat ingin mendirikan pondok pesantren untuk janda (beserta keluarga).
- Kami juga belum tahu nanti sistem pesantrennya seperti apa ?
- Kegiatan/kurikulumnya seperti apa ?
- Layout/masterplannya seperti apa ?
- Ustadz/ustadzah dan pengelolanya siapa ? Laki atau perempuan ? Komposisinya bagaimana ?
Sementara hanya niat berdasar alasan-alasan kuat di atas yang kami punya .
Namun sesekali terbayang di lahan pondok pesantren yang untuk janda tersebut terdapat rumah-rumah/paviliun berjumlah banyak untuk masing-masing ditempati oleh santri (janda) beserta keluarganya. Kemudian di kompleks pesantren tersebut juga terdapat bisnis/usaha yang untuk membiayai operasional pesantren, yang dijalankan oleh para santri (janda) beserta keluarganya. Terdapat sebuah masjid yang makmur, yang rutin mengadakan pengajian …
KENAPA PONDOK PESANTREN ?
- Karena kami merasa permasalahan yang dirasakan oleh para janda sangatlah banyak dan terasa berat (tentu beserta penyelesaian, kemudahan, kebaikan, dll – tapi yang kita bicarakan disini adalah permasalahan – karena untuk mencari solusinya).
- Islam memiliki segalanya. Islam memiliki solusi dari segala permasalahan.
- Para janda sering mengalami gonjangan batin, berbagai tekanan, bahkan terkadang depresi/stress.
Pendampingan ruhani/spiritual sangat dibutuhkan, dan pendamping terbaik adalah iman, nasehat terbaik adalah agama. - Suasana pesantren adalah suasana Islami nan teduh dan sejuk bagi hati dan jiwa, sangat kondusif untuk menjaga hati dan jiwa.
- Di pesantren, para santri (janda beserta keluarga) berkumpul, saling berinteraksi, saling bersosialisasi, saling membantu, saling menguatkan. Seringkali penat karena masalah berat terasa reda hanya sekedar tahu bahwa kita tidak sendirian. Tidak, di pesantren ini kita tidak sendirian !
- Di pesantren, kita berusaha membantu, menuntun, membina, lahir-batin, jiwa-rawa, akhlaq para santri, para janda beserta keluarga, untuk terus menjalani hidup dengan sebaik-baiknya di jalan yang benar. Anak-anak pun ikut terbina. Membesarkan anak dengan baik tidak lagi sendirian.
- Bahkan kami membayangkan, untuk mencarikan suami, bagi para janda yang menginginkan. Pondok pesantren ini bisa berfungsi sebagai “biro jodoh” yang baik dan elegan, tidak untuk orang-orang yang iseng/main-main atau yang berniat buruk, karena harus berhadapan dengan para pengelola pesantren.
… barangkali masih sangat banyak pemikiran kami yang belum bisa dituangkan di tulisan ini …
Pondok Pesantren untuk Janda ini belum terealisasi …
Cita-cita ini kami sampaikan di sini sejak dini,
- Apabila di antara para pembaca ada yang setuju dengan ide ini, mari kita dukung, mari berkontribusi, mari bersinergi saling menguatkan.
- Apabila ada “calon santri” yang setuju dengan ide ini, semoga dapat menjadi kabar gembira dan ikut mendoakan, dan bisa bersiap-siap.
- Agar bisa di-share/dibagikan kepada yang sekiranya menganggap ini sebagai ide baik, untuk bisa mendukung, bahkan ikut berkontribusi.
Mohon doa agar cita-cita ini bisa segera terealisasi dan berjalan dengan baik sepenuhnya dalam ridha, naungan, dan pertolongan Allah SWT, aamiin.
Silahkan menghubungi kami di contact yang ada di bagian ” MY BIODATA ” dari website ini.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
4672total visits,1visits today