Tradisi Mercon
… berikut tulisan yang awalnya kami kirim untuk pikiran pembaca KR tanggal 10 Juli 2015, yang kemudian kami beri beberapa tambahan untuk kami posting di sini …
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selama Ramadhan, terlebih menjelang Lebaran, sudah menjadi tradisi di banyak tempat untuk menyulut MERCON. Mari kita pikir dan renungkan :
- Kebanyakan dilakukan oleh anak-anak yang belum dewasa fisik, pemikiran, maupun pengalamannya.
- Apabila kita mengizinkan (tidak melarang ataupun peduli) anak kita menyulut mercon, akankah kita izinkan mereka menyulutnya di rumah kita, atau di kamar kita ?
- Kenapa kita tidak mengizinkan menyulut mercon di rumah kita sendiri ? Apakah karena kita merasa terganggu ?
- Kalau mengganggu, kenapa anda izinkan (biarkan) mereka menyulut mercon ? Apakah karena kita tidak peduli bila mengganggu orang lain ?
- Korban mercon “selalu” ada, banyak, dan terus berjatuhan (lihat sebagian daftar yang saya lampirkan di bagian bawah tulisan ini). Setiap korban dalam kondisi mengenaskan : dari luka bakar, hancurnya sebagian organ tubuh, sampai kematian. Maukah hal tersebut menimpa anak kecil kita ? Na’udzubillahi min dzalik. Jangan sampai terjadi pada anak kita,, tapi selama tradisi mercon ada, hampir pasti ada korban, lha terus siapa yang anaknya musti jadi korban ?
- Bagaimana bila umat non-muslim merasa terganggu dan menganggap tradisi mercon adalah ajaran Islam ?? OMG 🙁
- Seringkali mereka bercanda dengan saling melempar mercon ke temannya dan temannya menghindar dan semua tertawa,,, bagaimana bila sesekali pas tidak bisa menghindar ? Sekecil apapun mercon, bila langsung mengenai badan mungil anak kita, terlebih bila pas di bagian vital (mata, rambut, dsb), akan buruk sekali.
- Kira-kira apa ya doanya orang-orang yang kaget/terganggu dengan suara mercon ? Berapa persen kah yang mendoakan kebaikan (bagi anak-anak kita) ? Barusan kami melihat, yang nyulut mercon pun langsung “misuh-misuh” begitu kaget karena ada yang ngelempar mercon dekat di belakangnya ?
- Mereka masih anak yang belum bisa berpikir panjang, terpikirkah bila sesekali saja, ada petasan roket yang jatuh di POM bensin, toko bensin, pangkalan elpiji ? Siapa yang bertanggungjawab ? Kalo orangtuanya yang musti bertanggungjawab, bila itu POM bensin, bisa membebani kita seumur hidup, na’udzubillaah.
- Bayangkan bila ada yang sakit jantung. Bagaimana dengan yang sedang sakit ? Bagaimana dengan yang sedang bersusahpayah menidurkan anak bayinya ?
- Bayangkan bila ada yang tidak terima dan memukul atau bahkan membully anak kita. Na’udzubillaah.
- Tradisi mercon mengajarkan: mencari kesenangan semu di atas penderitaan orang lain (kok kayak koruptor ye ..?), berpikir sempit, cuek, tidak peduli, tidak berpikir panjang/sistematis, melatih berbuat zholim, buang sampah sembarangan, dll.
- Tadi malam (15 Juni 2017 / 15 Ramadhan 1438 H), saya membaca tulisan ini:
https://web.facebook.com/permalink.php?story_fbid=1370967239617722&id=122838287763963&pnref=story
Coba bandingkan dan renungkan : betapa jauh lebih bermanfaatnya bila uang untuk membeli mercon digunakan untuk membantu yang begituan, hal ini (membantu yang membutuhkan) juga akan menjadi pendidikan yang sangat baik untuk anak-anak kita, manfaatnya terasa, bahkan untuk jangka yang sangat panjang. Mohon direnungkan : BANDINGKAN !
Bila tradisi mercon itu buruk dan bila itu sudah menjadi tradisi, maka harus kita hentikan, kita putus rantai tradisi jahiliyah ini. Jangan menunggu hal buruk menimpa (anak-anak) kita, baru kita peduli dan sangat menyesal, Na’udzubillah. Mari kita mulai dari anak-anak kita, bila masing-masing orangtua bisa melarang anak-anaknya untuk tidak menyulut mercon, maka tidak ada lagi yang menyulut mercon, kecuali yang tidak punya orangtua, atau yang bukan anak manusia, hiiyy … 😉
LAMPIRAN [ sebagian dari berita di media tentang KORBAN MERCON ] :
10281total visits,1visits today